Laman

Jumat, 11 Maret 2011

cabang cabang ulumul hadist

CABANG-CABANG ULUMUL HADIST

Bayak sekali ilmu cabang ulumul hadis para ulama menghitung secara beragam. Ibnu Ash-Shalah menghitungnya 65 cabang bahkan ada yang menghitung hanya 10 hingga 6 cabang tergantung kepentingannya penghitung sendiri, ada yang menghitung secara terperinci dan ada yang menghitung secara global saja. cabang-cabang yang terpenting baik dilihat dari segi sanad atau matan dapat di bagi beberapa macam, yaitu sebagai berikut.
1. Ilmu Rijal Al-Hadis
Ilmu Rijal Al-Hadis dibagi menjadi dua, yaitu Ilmu Tawarikh Ar-Ruwah dan Ilmu Al-Jarh wa Al-Ta’dil. Secarah sederhana dapat dikatakan bahwa Ilmu ar-Rijal Ar-Ruwah adalah: Ilmu mempelajari waktu yang membatasi keadaan kelahiran, wafat, peristiwa/kejadian dan lain-lain. tujuan ilmu ini adalah untuk mengetahui bersambung (Mutashil) atau tidaknya sanad suatu hadis. Maksudnya persambungan sanad adalh pertemuan langsung apakah perawi berita itu bertemu langsung dengan gurunya ataukah tidak atau pengakuan saja.

2. Ilmu Al-Jarh wa At-Ta’dil
Dr.shubhi Ash-Shalih memberiakan difinisi yaitu Ilmu yamg membahas tentang para perawi dari segi apa yang dating dari keadaan mereka, dari apa yang mencela mereka atau yang memuji mereka dengan menggunakan kata-kata khusus. Tujuan ilmu ini untuk mengetahui sifat atau nilai keadilan, kecacatan dan atau ke-dhabith-an (kekuatan daya ingat) seseorang perawi hadis. Dan jika sifatnya dhabith maka hadisnya dapat diterima dan jika hadinya ke-dhabitan-an maka hadisnya tertolak.

3. Ilmu Ilal Al-Hadis
Ilmu Ilal Al-Hadis adalah ilmu yang membahas sebab-sebab yang samar yang membuat kecacatan keshahihan hadis. Tujuan ilmu ini adalah untuk mengetaui siapa di antara perawi hadis yang terdapat illat dalam perawinya.

4. Ilmu gharib Al hadist
Adalah ilmu yang mempelajari makana matan hadis dari lafal yang sulit dan asing bagi kebanyakan manusia, karena tidak umum dipakai oleh orang Arab.

5. Ilmu Muktalif Alhadis
Ilmu yamg membahas hadis-hadis yang lahirnya kontradiksi akan tetapi dapat dikompromikan baik dengan cara di-taqyid (pembatasan) yang mutlak, takhsaih al-am (pengkususan yang umum) atau yang lain.
6. Ilmu nasikh wal manshuk
Adalah ilmu yang membahas tentang hadus-hadis yang menasakh dan yang ditasakh.

7. Ilmu fann Al-Mubhamat
Adalah ilmu yang membicarakan tentang seseorang yang samar namanya dalam matan atau sanad.

8. Ilmu Ashbah Wurud Al-Hadis
Ilmu yang menerangkan sebab-sebab datangnya hadis dan beberapa munasabahnya. Tujuan ilmu ini adalah untuk mengetahui sebab-sebab latar belakang munculnya suatu hadis, sehongga dapat mendukung makna hadis yang dikehendaki.

9. Ilmu Tashhif wa Tahrif
Adalah ilmu yang membahas hadis-hadis yang di ubah titiknya (mushaffah) atau dirubah bentuknya (Muharraf).

10. Ilmu Musthalahul Hadis
Adalah ilmu yang membahas tentang pengertian istilah-istilah ahli hadis dan yang dikenal diantara mereka. Tujuannya, memudahkan para pengkaji dan peneliti hadus dalam mengkaji dan meneliti hadis, karena para pengkaji dan peneiti tidak akan melakukan kegiatannya dengan mudah tanpa mengetahui istilah-istilah yang telah disepakati para ulama.
Demikianlah cabang-cabang ilmu hadis, masing-masing memiliki pembahasan yang dalam dan luas.

Cabang-Cabang Ilmu Hadits


Pada masa kenabian, ilmu hadits telah muncul lewat kegiatan nabi dan para sahabatnya. Mereka dalam kegiatan transformasi hadits melakukannya dengan teliti dan hati-hati dengan cara memperhatikan sanad dan matan, lebih-lebih ketika mereka mempunyai keragu-raguan tentang transformator. Fenomena tersebut dilanjutkan oleh tabi’in dan para pengikut tabi’in yang pada masa ini telah muncul apa yang diungkapkan oleh ibnu sirin yang tertera dalam muqaddimah shahih Muslim “mereka tidak menanyakan isnad, maka ketika timbul fitnah mereka berkata: sebutkan pada kami tokoh-tokoh kalian, bila mereka ahli sunah maka mereka mengambil haditsnya dan bila melihat ahli bid’ah maka mereka tidak mengambil hadits ahli bid’ah tersebut”. Sebagaimana yang ditetapkan oleh disiplin ilmu hadits bawa hadits tidak akan diterima kecuali setelah sanad di ketahui, maka muncul beberapa ilmu :
Ilmu al-jarh wa ta’dil; ilmu yang membahas tentah hal ihwal keadilan dan tidakadilnya para periwayat. Dari para sahabat yang banyak mengkaji ilmu ini adalah seperti Ibnu Abbas, w. 68 H, Ubadah bin Shamit, w. 34 H, dan dari tabi’in seperti al-Sya’bi w.104 H. Akan tetapi mula-mula penulisan tentang karya ilmu ini ketika masuk abad ketiga hijriyah sebagaimana dilakukan oleh Yahya ibnu Muin, w 233 H. Ahmad bin Hambal w. 241 H, al-Bukhari w. 256 H, Muslim w. 261 H, Abu Dawud w. 275 H, al-Nasa’i w. 303 H.
Ilmu Ma’rifat al-shahabah; yaitu ilmu yang bisa mengetahui hadits mutashil dan mursal seperti yang dilakukan oleh Abu Bakar Ahmad bin Abdullah bin Abdur Rahim bin Said Ibnu al-Barqi, w. 270 H, Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad bin Isa al-marwazi al-Syafi’i, w. 293 H.
Ilmu sejarah periwayat, yaitu ilmu untuk mengetahui sejarah para periwayat hadits dan hal ihwalny. Demikian seperti kitab al-Tarikh al-Kabir karya al-Bukhari.
Ilmu Ma’rifat al-Asma’ wa al-Kuna wa al-Alqab; yaitu yang untuk mengetahui nama, kuniah, dan laqab para periwayat seperti yang dilakukan oleh Imam Muslim, al-Nasa’i, dan Ahmad bin Hambal.
Ilmu muhtalaf al-hadits; yaitu penyelarasan antara hadits yang dhahirnya bertentangan. Orang pertama yang berbicara tentang ilmu ini adalah Imam As-Syafi’i.
Ilmu ma’rifat gharib al-hadits; ilmu yang menjelaskan makna-makna sebagian kalimat yang tidak jelas yang dilakukan oleh Abu Ubaidah Muammar bin al-Mutsanna al-Tamimi, w. 210 H dan Abu Ubaid al-Qosim Ibnu salam, w. 224 H.
Ilmu ma’rifat ilal al-hadits; illat adalah ibarat tentang sebab yang tidak jelas dan merusak keabsahan hadits. Kadangkala illat ini dimaksudkan dengan makna yang tidak sesuai dengan terminologinya seperti masalah dusta periwayat, kelalaian dan hafalan yang tidak baik dari periwayat. Ahli hadits yang mengkaji masalah ini diantaranya Imam bin Hambal, al-Bukhari, Muslim dan al-Tarmidzi.
Al-Masyikhat; yaitu mencakup para syaikh yang ditemui oleh pengarang kitab yang mana beliau telah mengambil dari mereka dan memberi ijazah kepadanya meski dia tidak bertemu mereka, sebagaimana karya Abi Yusuf Ya’kub bin Sufyan Ibnu Hibban, w.277 H.
Al-Thabaqat; ilmu yang mencakup tentang para syaikh, hal-ihwalnya dan periwatannya dari masa ke masa hingga masa pengarang kitab seperti “Thabaqat al-Ruwat” karya Abu Amr Khalifah bin Khayyath, w. 230 H.

A. ULUMUL HADITS
1) Ilmu Hadits dan Ilmu Ushuli'l Hadits : Ilmu Hadits: Ilmu pengetahuan tentang sabda, perbuatan, gerak-gerik dan bentuk jasmaniah Rasulullah SAW, beserta sanad-sanad dari ilmu pengetahuan untuk membedakan kesahihannya dan kedhaifannya dari pada lainnya, baik matan maupun sanadnya. Ilmu Ushuli'l Hadits : Suatu ilmu pengetahuan yang menjadi sarana untuk mengenal kesahihan, kehasanan dan kedlaifan hadits, matan maupun sanad dan untuk membedakan dengan yang lainnya.

2) Ilmu Hadits Riwayah dan Ilmu Hadits Dirayah : (1) Ilmu Hadits Riwayah : Ilmu pengetahuan untuk mengetahui cara-cara penukilan, pemeliharaan dan pendewanan apa-apa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir maupun lain sebagainya. Obyek Ilmu Hadits Riwayah : bagaimana cara menerima, menyampaikan kepada orang dan memindahkan atau mendewankan dalam suatu Dewan Hadits. Dalam menyampaikan dan mendewakan hadits, baik mengenai matan maupun sanadnya. Faedah mempelajari ilmu ini : adalah untuk menghindari adanya kemungkinan salah kutip terhadap apa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Perintis pertama ilmu riwayah adalah Muhammad bin Syihab Az-Zuhry. (2) Ilmu Hadits Dirayah : disebut dengan ilmu Musthalahul Hadits - undang-undang (kaidah-kaidah) untuk mengetahui hal ihwal sanad, matan, cara-cara menerima dan menyampaikan al-Hadits, sifat-sifat rawi dan lain sebagainya. Obyek Ilmu Hadits Riwayah : meneliti kelakuan para rawi dan keadaan marwinya (sanad dan matannya). Menurut sebagian ulama, yang menjadi obyeknya ialah Rasulullah SAW sendiri dalam kedudukannya sebagai Rasul Allah. Faedahnya atau tujuan ilmu ini : untuk menetapkan maqbul (dapat diterima) atau mardudnya (tertolaknya) suatu hadits dan selanjutnya untuk diamalkannya yang maqbul dan ditinggalnya yang mardud.

3) Cabang-Cabang Ilmu Musthalahul Hadits : (1) Cabang yang berpangkal pada sanad antara lain : (a) Ilmu rijali'l hadits, (b) Ilmu thabaqati'r ruwah, (c) Ilmu tarikh rijali'l hadits, (d) Ilmu jarh wa ta'dil. (2) Cabang-cabang berpangkal pada matan, antara lain : (a) Ilmu gharibi'l hadits, (b) Ilmu asbabi'l mutun, (c) Ilmu tawarikhi'l hadits, (d) Ilmu talfiqi'l hadits. (3) Cabang-cabang yang berpangkal pada sanad dan matan, ialah : Ilmu ilali'l hadits.

Rabu, 09 Maret 2011

konsep ta"dib

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang Masalah
Ta’dib adalah konsep pendidikan Islam yang digagas oleh Syeh Muhammad Naquib Al-Attas yang bertujuan mencetak manusia beradab. Ide Al-Attas tersebut dilator belakangi oleh krisis ilmu yang dialami kaum muslim. Menurut al-Attas, tantangan terbesar yang dihadapi dunia muslim adalah kesalahan dibidang ilmu. Hal tersebut mengakibatkan hilangnya adab (the loss of adab). Kehilangan adab di sini maksudnya kehilangan identitas, ilmu-ilmu keislaman dan identitas ilmuan muslim. Lenyapnya identitas ilmu Islam tersebut dikarenakan gencarnya hegemoni Barat yang gerakaannya seiring dengan gelombang globalisasi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Pengertian pendidikan konsep Ta’ dib
2. Pendidikan Ta’ dib dan Islamisasi
3. PengetahuanPembentukan karakter muslim menjadi Saintis beradab









BAB II
TINJAUAN TEORITIK


2.1 Tinjauan Aliran Filsafat
1. Semantik
Al-Attas mendefinisikan adab dari analisis semantiknya, yakni, adab adalah pengenalan dan pengakuan terhadap realita bahwasannya ilmu dan segala sesuatu yang ada terdiri dari hirearki yang sesuai dengan kategori-kategori dan tingkatan-tingkatannya, dan bahwa seseorang itu memiliki tempatnya masing-masing dalam kaitannya dengan realitas, kapasitas, potensi fisik, intelektual dan spiritual. Dalam hal ini, al-Attas memberi makna adab secara lebih dalam dan komprehensif yang berkaitan dengan objek-objek tertentu yaitu pribadi manusia, ilmu, bahasa, sosial, alam dan Tuhan. Beradab, adalah menerapkan adab kepada masing-masing objek tersebut dengan benar, sesuai aturan.
2. Rasionalistik
Model pendidikan yang menitikberatkan pada pelatihan cenderung menghasilkan individu pragmatis, yang aktifitasnya tidak mencerminkan pandangan hidup Islam.Ia hanya belajar untuk tujuan kepuasan materi. Padahal, pendidikan adalah proses panjang yang titik akhirnya adalah kebahagaiaan akhirat. Maka, konsep ta’dib memberikan itu. Target yang ingin dicapai dalam konsep ta’dib adalah penguasaan ilmu-ilmu itu mesti terselimuti oleh worldview Islam. Tidak ada dikotomi antara ilmu umum dan ilmu syar’i. Semua ilmu yang dipelajari, baik ilmu matematika, fisika, kimia, biologi, bahasa, sosial dan lain sebagainya, mesti mendapat asupan dengan ilmu syari’at.
3. Empirik
Bisa dikatakan, integralisasi sains dan ilmu-ilmu humaniora dengan ilmu syar’i adalah inti utama konsep pendidikan ta’dib. Sebab dalam pandangan hidup Islam, aspek duniawi harus dihubungkan dengan cara yang sangat mendalam kepada aspek akhirat, dan aspek akhirat adalah signifikasi yang final. Pandangan hidup Islam terbangun dari jaringan-jaringan konsep yang saling terkait seperti konsep Tuhan, wahyu, manusia, alam, ilmu, agama dan lain sebagainya. Manusia beradab menurut al-Attas adalah manusia yang sadar akan kedudukan dirinya di tengah realitas alam dan harus bisa berbuat selaras dengan ilmu pengetahuan secara positif, terpecaya dan terpuji.
2.2 Tinjauan Permasalahan (Judul)
Untuk menjawab tantangan tersebut, al-Attas menggagas proyek Islamisasi ilmu pengetahuan. Proyek besar tersebut memerlukan perangkat-perangkat yang kuat. Oleh karena itu, pendidikan Islam sebagai basis utama mega proyek tersebut harus mampu mencetak manusia beradab. Yakni manusia yang berpandangan hidup Islam dan menguasai ilmu-ilmu Islam secara integratif. Gagasan melahirkan manusia yang beradab tersebut diwujudkan dengan pendidikan konsep ta’dib sebagai formula pendidikan Islam yang ideal dan integratif. Tulisan ini akan membahas pendidikan konsep ta’dib dalam Islamisasi Ilmu pengetahuan untuk menjawab krisis ilmu di era globalisasi.






BAB III
PEMBAHASAN


3.1 Pengertian Pendidikan Konsep Ta’ dib
Konsep ta’dib yang digagas al-Attas adalah konsep pendidikan Islam yang bertujuan menciptakan manusia beradab dalam arti yang komprehensif. Pengertian konsep ini dibangun dari makna kata dasar adaba. Makna adaba bila maknanya dikaitkan satu sama lain, akan menunjukkan pengertian pendidikan yang integratif. Di antara makna-makna tersebut adalah, kesopanan, keramahan, dan kehalusan budi pekerti. Makna ini identik dengan akhlak. Adab juga secara konsisten dikaitkan dengan dunia sastra, yakni adab dijelaskan sebagai pengetahuan tentang hal-hal yang indah yang mencegah dari kesalahan-kesalahan. Sehingga seorang sastrawan disebut adiib. Makna ini hampir sama dengan definisi yang diberikan al-Jurjani, yakni ta’dib adalah proses memperoleh ilmu pengetahuan (ma’rifah) yang dipelajari untuk mencegah pelajar dari bentuk kesalahan.
Pada dasarnya, konsep adab al-Attas ini adalah memperlakukan objek-objek tersebut sesuai dengan aturan, wajar dan tujuan terakhirnya adalah kedekatan spiritual kepada Tuhan. Berkenaan dengan hal ini, maka adab juga dikaitkan dengan syari’at dan Tauhid. Orang yang tidak beradab adalah orang yang tidak menjalankan syari’at dan tidak beriman (dengan sempurna). Maka orang beradab menurut al-Attas adalah orang yang baik yaitu orang yang menyadari sepenuhnya tanggung jawab dirinya kepada Tuhan Yang Hak, memahami dan menunaikan keadilan terhadap dirinya dan orang lain dalam masyarakat, berupaya meningkatkan setiap aspek dalam dirinya menuju kesempurnaan sebagai manusia yang beradab.
Manusia yang beradab, akan melihat segala persoalan di alam ini dengan kacamata worldview Islam. Worldview Islam menjadi pisau analisa setiap persoalan keduniawian. Sebagaimana dinyatakan al-Attas, insan adabi itu harus berbuat selaras dengan ilmu pengetahuan secara positif. Yakni, seorang manusia yang selalu menggunakan epistemologi Islam dalam dialognya dengan realita alam. Individu-individu yang beradab seperti ini adalah berperan penting secara sosial dalam pembentuk sebuah masyarakat beradab.
Dapat disimpulkan, bahwa konsep ta’dib adalah konsep pendidikan yang bertujuan menghasilkan individu beradab, yang mampu melihat segala persoalan dengan teropong worldview Islam. Mengintegrasikan ilmu-ilmu sains dan humaniora dangan ilmu syari’ah. Sehingga apapun profesi dan keahliannya, syar’iah dan worldview Islam tetap merasuk dalam dirinya sebagai parameter utama. Individu-individu yang demikian ini adalah manusia pembentuk peradaban Islam yang bermartabat. Dalam tataran praktis, konsep ini memerlukan proses Islamisasi ilmu pengetahuan terlebih dahulu. Karena, untuk mencapai tujuan utama konsep pendidikan ini, ilmu-ilmu tidak hanya perlu diintegrasikan akan tetapi, ilmu yang berparadigma sekuler harus diislamkan basis filosofisnya.
3.2 Pendidikan Ta’ dib dan Islamisasi Pengetahuan
Sebagaimana disinggung di atas, konsep ta’dib adalah konsep yang dibangun dengan tujuan menghasilkan individu beradab.Individu yang seperti inilah yang berperan dalam proses Islamisasi ilmu pengetahuan.Al-Attas mengatakan tujuan Islamisasi Ilmu Pengetahuan adalah melindungi orang Islam dari ilmu yang sudah tercemar yang menyesatkan dan menimbulkan kekeliruan.
Ilmu-ilmu produk ilmuan Barat menimbulkan persoalan pelik yang tidak menguntungkan bagi pandangan muslim. Persoalan utamanya adalah pergeseran paradigma ilmu. Epistemologi yang digunakan dalam proses mendapatkan ilmu adalah epistemologi rasionalis,empiris dan membuang dimensi metafisik. Al-Attas menyebut lima poin yang menjiwai budaya keilmuan barat. Yaitu, mengandalkan akal untuk membimbing kehidupan manusia, menggunakan pendekatakan dikotomis atau dualistik terhadap realita kebenaran, menegaskan aspek eksistensi yang memproyeksikan pandangan hidup sekuler yang cenderung berpaham humanisme dan menjadikan tragedi sebagai faktor yang dominan dalam fitrah dan eksistensi kemanusiaan. Dengan pendekatan ini, ilmuan dipaksa untuk tidak memasukkan unsur-unsur metafisik atau penafsiran-penafsiran agama. Sehingga dalam hasil kajian ilmiah, sains tidak boleh bertemu dengan penafsiran agama.
Oleh sebab itulah, ilmu-ilmu modern harus diperiksa dengan teliti. Ini mencakup metode, konsep, praduga, simbol, dari ilmu modern,beserta aspek-aspek empiris dan rasional, dan yang berdampak kepada nilai dan etika, penafsiran historisitas ilmu tersebut, bangunan teori ilmunya, praduganya berkaitan dengan dunia, dan rasionalitas proses-proses ilmiah, teori ilmu tersebut tentang alam semesta, klasifikasinya, batasannya, hubung kaitnya dengan ilmu-ilmu lainnya serta hubungannya dengan sosial harus diperiksa dengan teliti.
Inilah tantangan terbesar yang dihadapi kaum muslim kontemporer, yang memerlukan gerakan untuk melakukan Islamisasi ilmu.Hal ini tidaklah mudah, harus membutuhkan individu-individu unggul untuk mengislamkan sains. Individu yang dimaksud adalah individu yang perpandangan hidup Islam. yang memahami konsep-konsep kunci dalam Islam. Dalam rangka itulah maka al-Attas menggagas konsep ta’dib untuk pendidikan Islam. sebuah terobosan baru di era seperti ini untuk membentuk pendidikan yang berpandangan hidup Islam.
3.3 Pembentukan Karakter Muslim Menjadi Saintis Beradab
Problem yang melanda pendidikan Islam dan intelektual muslim tersebut dikarenakan dua sebab, eksternal dan internal. Sebab eksternal dikarenakan oleh tantangan hegemoni Barat dalam bidang budaya, sosial, politik dan agama. Sedangkan penyebab internal tampak dalam tiga bentuk fenomena yang saling berhubungan, yaitu kekeliruan dan kesalahan dalam memahami ilmu beserta aplikasinya,tidak adanya adab, dan munculnya pemimpin-pemimpin yang tidak layak memikul tanggung jawab dengan benar di segala bidang.
Sains Islam lahir dari ilmuan yang berpandangan hidup Islam, atau ilmuan yang beradab. Gagasan ta’dib adalah ingin mencetak ilmuan yang beradab. Manusia beradab sebagaimana diterangkan di atas adalah manusia yang menerapkan adab dalam setiap asepk. Adab terhadap Tuhan, diri sendiri, lingkungan sosial, hubungan antar sesama manusia, bahasa, alam, dan ilmu. Adab kepada ilmu, akan berpengaruh besar terhadapa adab kepada objek-objek yang lainnya. Menurut al-Attas intelektual yang beradab kepada ilmu akan mengenal dan mengakui bahwa seorang berilmu kedudukannya lebih luhur dan mulia dan ilmu-ilmu fardlu ‘ain dan syari’ah harus dikuasai terlebih dahulu sebelum ilmu-ilmu yang lainnya. Adab seperti ini akan menghasilkan metode yang tepat dalam memperoleh ilmu, serta menerapkan sains dalam berbagai bidang dengan benar. Maka dalam tradisi ilmu pengetahuan Islam tidak akan ditemuakan penyalahgunaan ilmu untuk tujuan pragmatis, materialis atau tujuan-tujuan lain untuk memuaskan nafsu manusia. Sebab, dalam tradisi Islam, semua ilmu baik ilmu syari’at atau ilmu-ilmu alam dipelajari dalam rangka pengabdian yang tinggi kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan meraih kebahagian sejati. Contohnya seperti temuan nuklir, tidak akan digunakan memusnahkan bangsa lain untuk tujuan perluasan daerah kekuasaan.Atau seorang ahli kedokteran Islam juga tidak akan menggunakan cara-cara haram atau pengobatan yang merugikan.
BAB IV
PENUTUP


4.1 Simpulan
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep ta’dib sebagai konsep pendidikan Islam yang digagas Al-Attas adalah perangkat dasar dalam hal Islamisasi Ilmu pengetahuan.Hal ini hanya bisa dilakukan oleh ilmuan-ilmuan muslim yang berpandangan hidup Islam dan memiliki dasar-dasar keilmuan Islam yang kuat.
Maka, gagasan al-Attas tentang konsep ta’dib di era saat ini adalah suatu hal yang perlu disambut positif. Sebab, dunia pendidikan Islam kita belum menemukan bentuk yang ideal untuk mencetak generasi ilmuan muslim unggul yang bisa berbuat banyak dalam kancah dunia. Apalagi, ilmu-ilmu dari dunia barat menjadi konsumsi publik dunia,perlu di Islamkan demi menegakkan peradaban Islam yang bermartabat. Dunia pendidikan Islam, sudah saatnya mengkonsentrasikan diri untuk membentuk manusia-manusia yang beradab. Itu hanya bisa dilakukan jika dunia pendidikan mengajarkan ilmu yang benar secara integratif.







DAFTAR PUSTAKA


Arifin, HM. 1987. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Bina aksara.
Arifin, HM. 1991. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta : Bina aksara.
Kemas, Badarudin. 2008. Analisis Pemikiran Syed Al- Attas. Jogjakarta : Pustaka Pelajar.
Langgulung, Hasan. 1988. Pendidikan Islam Menghadapi Abad 21. Jakarta : Pustaka Al- Husna.
Marimba, Ahmad. 1980. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung : Al- Ma’ ruf.

makalah ilmu pendidikan islam


TEKHNIK EVALUASI SEBAGAI
SISTEM PELAKSANAAN AGAMA



                              SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PATI
JURUSAN TARBIYAH
2010


 

TEKNIK EVALUASI SEBAGAI SISTEM PELAKSANAN AGAMA

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Dalam pendidikan islam,tujuan merupakan sasaran ideal yang hendak dicapai.Dengan demikian kurikulum telah dirancang,disusun dan diproses dengn maksimal.Karena ini pendidikan islam mempunyai tugas yang berat. Diantaranya adalah mengembangkan potensi fitrah manusia didik.
Untuk mengetahui kapasitas,kwalitas anak didik perlu diadakannya evaluasi.Karena dengan evaluasi dapat mengetahui factor pengembangan fitrah manusia didik,dimana nilai-nilai agama dijadikn landasan kepribadian manusia didik yang dibentuk melalui proses yang hanya dapat diketahui dengan adanya proses evaluasi.
Di dalam evaluasi perlu adanya teknik dan tujuan untuk menuju keberhasilan dalam proses belajar mengajar.Evaluasi yang baik haruslah didasarkan atas tujuan pengajaran dan kemudian benar-benar diusahakan oleh guru untuk siswa.Evaluasi sebaik apapun tidak akan tercapai sepenuhnya apabila tidak didasarkan pada tujuan pembelajaran.

2. Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian,tujuan serta fungsi evaluasi ?
2.    Apa saja prinsip-prinsip yang ada dalam pendidikan ?
3.    Bagaimana sistem  evaluasi dalam pendidikan islam ?
4.    Apa saja teknik-teknik yang harus dilakukan dalam evaluasi pendidikan islam?







B. PEMBAHASAN
1. Pengertian ,Tujuan dan Fungsi Evaluasi Pendidikan
Pengertian evaluasi menurut Bloom et al :
a.       Evaluasi adalah pengumpulan kenyataan secara sistematis untuk menetapkan kenyataan yang terjadi pada diri siswa dan menetapkan tingkat perubahannya.
b.      Evaluasi merupakan proses menggambarkan,memperoleh dan menyajikan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan
c.       Evaluasi adalah penentuan kesesuaian antara penampilan dan tujuan.
Jadi,evaluasi adalah suatu proses penaksiran terhadap kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan peserta didik untuk tujuan pendidikan[1]. Sedangkan evaluasi dalam pendidikan islam adalah cara atau tekhnik penilaian terhadap tingkah laku manusia didik berdasarkan standart perhitungan yang bersifat keseluruhan dari aspek-aspek kehidupan mental-psikologis dan spiritual-religius,karena dalam pendidikan hasil yang dicapai manusia bukan saja pribadi yang sanggup beramal dan berbakti kepada Tuhan dan masyarakat.
TUJUAN evaluasi adalah mengetahui kadar pemahaman peserta didik terhadap materi pelajaran ,melatih keberanian dan mengajak peserta didik untuk mengingat kembali materi yang telah diberikan.Tujuan utama diadakan nya evaluasi adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan intruksional oleh siswa supaya dapat diupayakan tindakan lanjutnya.
FUNGSI evaluasi adalah membantu peserta didik agar ia dapat mengubah atau mengembangkan tingkah lakunya secara sadar, serta memberi bantuan bagaimana cara meraih suatu kepuasan.selain itu fungsi evaluasi adalah[2]:
1.      Sebagai alat guna mengetahui manusia didik tentang penguasaan pengetahuan,nilai-nilai dan ketrampilan yang telah diberikan oleh guru.
2.      Mengetahui aspek kelemahn manusia didik dalam belajar.
3.      Mengetahui tingkat ktercapaian siswa dalam belajar.
4.      Sebagai alat untuk mengetahui parkembangan belajar.
Kemampuan yang harus dicapai antara lain sikap dan pengalaman terhadap hubungan pribadinya dengan tuhan,pribadinya dengan masyarakat, dan kehidupan dengan alam semesta.

2. Prinsip-prinsip Evaluasi dalam Pendidikan
Dalam melakukan evaluasi harus memperhatikan prinsip-prinsip antara lain:
a.   Prinsip Kesinambungan (kontinuitas)
Evaluasi harus dilakukan secara terus-menerus mulai dari proses belajar hingga manusia didik tamat dari lembaga sekolah.
b. Prinsip Menyeluruh (komprehensif)
Prinsip ini meliputi semua aspek yaitu aspek kepribadian,ketajaman hafalan,pemahaman ketulusan,kerajinan,sikapkerjasama dan tanggung jawab.
c. Prinsip Objectivitas
Dalam evaluasi haruslah berdasarkan pada kenyataan yang fakta, tidak boleh dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat emosional dan irrasional.
d. Prinsip Keterpaduan
Melakukan evaluasi haruslah terpadu,antara tujuan instruksional, materi dan metode pengajaran,serta evaluasi merupakan tiga kesatuan yang tidak boleh dipisahkan .
e. Prinsip Keterlibatan siswa
Evaluasi ditujukan pada siswa,maka dari itu keterlibatan siswa sangat dibutuhkan dalam evaluasi.
f. Prinsip Koherensi
Evaluasi harus dilakukan berdasarkan materi yang telah disajikan dan sesuai dengan kemampuan yang hendak di ukur.
g. Prinsip Paedagogis
Di samping sebagai alat penilai hasil,evaluasi juga perlu diterapkan sebagai upaya perbaikan sikap dan tingkah laku ditinjau dari segi pendidikannya.Evaluasi dan hasilnya hendaknya jadi alat motivasi siswa dalam kegiatan belajar.
f. Prinsip Akuntabilitas
Keberhasilan program pengajaran perlu disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan sebagai laporan pertanggungjawabannya.
3. Sistem Evaluasi Dalam Pendidikan Islam
Sistem evaluasi dalam pendidikan islam mengacu pada sistem evaluasi yang digariskan oleh allah SWT.Di tulis dalam al-qur’an dan dijabarkan dalam as-sunah yang dilakukan rasulullah dalam proses pembinaan risalah islamiah.
Ada beberapa tujuan dari sistem evaluasi dalam islam antara lain:
a.       Untuk menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai macam problematika kehidupan.
b.      Untuk mengetahui sejauh mana atau sampai dimana hasil pendidikan dari wahyu yang telah diaplikasikan oleh rosul kepada umatnya.
c.       Untuk menentukan klasifikasi atau tingkat hidup keislaman dan keimanan seseorang.
d.      Untuk mengukur daya kognisi dan hafalan yang telah diberikan.
memberikan tabsyir(hadiah)bagi yang beraktivitas baik,dan memberikan iqab(hukuman)bagi yang beraktivitas buruk.
4. Tekhnik-tekhnik Evaluasi dalam Pendidikan Islam
  Secara garis besar ada 2 kelompok tekhnik evaluasi yang dapat digunakan[3]:
a. Tes
Yaitu suatu tekhnik yang digunakan untuk menilai kemampuan manusia didik,meliputi pengetahuan dan ketrampilan sebagai hasil belajar ,serta bakat khusus intelegensinya[4].Tekhnik ini dibedakan          menjadi :
1.   Tes Diagnosis     :     tes yang bertujuan mendiagnosa kesulitan belajar siswa untuk mengupayakan perbaikannya.
2.   Tes Formatif        :     tes yang digunakan untuk memantau (memonitor) kemajuan belajar siswa.
3.   Tes Pencapaian :     tes yang digunakan untuk memberikan nilai yang menjadi dasar penentuan atau penberian sertifikat bagi yang telah menyelesaikan pelajaran dangan berhasil baik.
4.   Tes Penempatan      :           tes yang digunakan untuk mengukur kesiapan manusia didik dan mengetahui tingkat pengetahuan yang telah di capai.
b. Non Tes
Yaitu tes yang digunakan untuk menilai karakteristik lainnya.Tes ini menggunakan metode untuk memperoleh data atau informasi yang diperlukan.Yang termasuk tekhnik evaluasi nontes adalah :
1). Rating                   :     alat tes yang memberikan nilai angka untuk pertimbangan (judgment)suatu objek yang di evaluasi .
2). Questionaires            :           menggunakan angket untuk dijawab.
3). Wawancara          :     menekankan adanya pertemuan secara langsung antara evaluator dengan manusia didik.
4). Observasi             :     menekankan pada penggunaan indera penglihatan.
5). Dokumentasi        :     menekankan pada aspek data tertulis atau document yang berkaitan erat dengan informasi tentang manusia didik.

C. KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas dapat diambil kesimpulan:
1.      Evaluasi adalah suatu proses penaksiran terhadap kemajuan ,pertumbuhan dan perkembangan manusia didik.
2.      Dalam melaksanakan evaluasi harus memperhatikan tujuan ,fungsi dan prinsip-prinsip yang telah ditentukan sebelumnya.
3.      prinsip-prinsip yang ada dalam evaluasi antara lain prinsip kesinambungan, komprehensif, objektifitas, terpadu, keterlibatan siswa, koherensi, paedagogis,  dan akuntabilitas.
4.      Sistem evaluasi dala pendidikan islam dilaksanakan berdasar pada firman allah yang ada dalam al-qur’an dan as-sunah yang dilakukan rasulullah.
5.      Tekhnik yang digunakan dalam pelaksanaan agama adalah melalui tes dan nontes.














DAFTAR PUSTAKA

-     Thoha,m.Chabib.Tekhnik Evaluasi Pendidikan.PT.Raja Grafindo Persada. Jakarta;1996.
-     Daryanto,Drs.H.,Evaluasi pendidikan .PT.Rineka Cipta.Jakarta:2001.
-     Ihsan,Hamdani,Drs.,H.,Filsafat pendidikan Islam.Pustaka Setia.Bandung; 1998.
-     Sukardi,H.M.,Prof.Ms.,Ph.D.Evaluasi pendidikan.Sinar Grafika Offest .PT.Bumi Aksara.Jakarta Timur;2008.
-     Mujib,Abdul.Dr.M.Ag.Ilu Pendidikan Islam.Prenada Media.Jakarta:2006.


  







[1] Oemar hamalik.pengajaran unit.106.
[2] Evaluasi pendidikan.hal 4.
[3] Prof.H.M.Sukardi.evaluasi pendidikan.hal 88.
[4] Nasution,.evaluasi dalam pendidikan islam.hal 218

Selasa, 08 Maret 2011

pendidikan indonesia


Berita-berita media cetak dan elektronik, saat ini disibukkan dengan permasalahan pendidikan.

Mengapa sampai bermasalah? ada apa dengan pendidikan?
Bisa kita lihat masalah-masalah yang ada(yang saya tangkap):
1. anak belum sekolah=biasanya krisis orang tua. Mereka diurus oleh baby sitter dan orang tuanya sibuk mencari uang.Bukan berarti mencari uang adalah hal yang tidak penting, tapi anak adalah masa depan yang akhlak, moral dan pendidikannya harus diperhatikan dan dibimbing.
2. Playgroup dan TK= hampir mirip dengan anak belum sekolah, ditambah lagi pergaulan yang sudah dapat mereka jalin antar teman, menyebabkan tidak ada bimbingan yang baik, sehingga segala hal yang mereka lakukan dianggap benar atau baik-baik saja, tanpa tau akibatnya.
3. SD=di media sudah muncul isu pemerkosaan. Masya Allah. Selain itu, yang terlihat di lingkungan rumahku, orang tua sibuk dengan dirinya sendiri terutama para ibu, mereka sering berkumpul untuk membicarakan sesuatu hal yang tidak bermanfaat daripada memperhatikan anak. Anak pun sudah mulai mengenal permainan elektronik yang membuat mereka semakin malas untuk belajar.
4. SMP=ternyata di media ada yang menyebutkan murid smp dianiaya gurunya sendiri. Ditampa, ditendang, dsb.
5. SMA=sudah mulai muncul permasalahan VMJ yang mengakibatkan MBA. Sudah mulai tidak peduli dengan nasihat orang tuanya, karena hanya percaya pada teman. Pada intinya mereka mencari jati diri.
6. Masa Mahasiswa=sibuk berdemo. Oops… it’s OK sebenernya. Tapi banyak syarat yang harus diperhatikan oleh para mahasiswa.

Ehem… selaku mahasiswa juga nih… mau memberi saran aja.
-Telusuri permasalahan sampai benar-benar ke akarnya. Setelah jelas barulah meRENCANAkan demo.
- Buatlah strategi-strategi untuk mencari dukungan, tentunya dengan cara yang pintar, yang bijak, yang kreatif, dan mungkin unik. Sehingga banyak simpati dari lingkungan sekitar.
- Tunjukkan bahwa kita adalah MAHASISWA. bagaimana caranya?? tentunya kita punya ilmu yang lebih dari sekedar SD, SMP, SMA. Maka kita juga harus mengatur agar demo berjalan lancar, tidak terjadi bentrokan, tapi tepat sasaran, dan egera ditindaklanjuti.
Saya yakin bahwa mahasiswa itu pintar, makanya dia bisa sampai menjadi mahasiswa berarti dia pintar. Orang pintar, pasti melakukan sesuatu dengan akalnya bukan ototnya. carilah trik-trik seperti Macgyver, atau siapalah yang dapat menginspirasi kita bahwa permasalahn dapat diselesaikan dengan otak terlebih dahulu.
- Jika memang tidak ada respon dari yang bersangkutan, mintalah bantuan dari pihak lain, atau carilah dukungan sebanyak-banyaknya. mungkin bisa melakukan hal-hal nekat yang tidak membahayakan banyak orang. intinya cari DUKUNGAN lebih banyak.
- Pakailah hati. karena sesungguhnya kita hidup di dunia ini harus untuk beribadah. Niatkanlah hal-hal yang baik, seperti membela kepengtingan umat manusia.
Itu tips-tips demo…hehe…kayak yang ahli demo aja nih. ya udahlah yaa, mencoba berwacana.

Pendidikan Indonesia mau mencetak apa? pada masa kekalahan Jepang pada Perang Dunia II, hal yang pertama dipertanyakan setelah penduduknya banyak yang menjadi korban, berapa banyak guru yang tersisa? Maka hal pertama yang paling penting untuk ditingkatkan adalah pendidikan.
Tapi memang tidak dapat disalahkan dari satu pihak. Semua elemen pendidikan haruslah saling mendukung:
1. Orang Tua
Membimbing anak dari lahir sampai dengan mereka menikah, adalah kewajiban orang tua. Akhlak yang ada pada anak, akan dipengaruhi oleh orang tuanya. Maka semakin buruk perilaku anak, maka semikin terlihat bahwa orang tua tidak membimbing.
2. Guru
Guru di sekolah, jangan sampai hanya menerima gaji buta, tapi juga punya tanggung jawab atas kecerdasan anak didiknya. Menjadi teladan bagi anak didik.
3. Siswa
Tak lupa tentunya adalah siswa yang harus selalu memiliki semangat untuk belajar dan mengejar cita-cita.